Sunday, May 8, 2011

HUBUNGAN ANTARA PUSAT DAN DAERAH (1)

Mungkin daftar daerah bawahan sebagaimana yang pernah ditulis dalam postingan terdahulu dirasakan agak berlebihan, sebaliknya perlu dipahami bahwa pengertian kerajaan/daerah bawahan Majapahit pada abad ke empat belas berbeda dengan pengertian koloni pada jaman modern ini. Persembahan upeti dari kerajaan-kerajaan bawahan tidak banyak berarti nilainya bagi Majapahit. Pemberian upeti yang kecil ini sudah dianggap sebagai bukti pengakuan terhadap kekuasaan Majapahit atas daerah yang bersangkutan, dan oleh karenanya daerah itu dianggap sebagai daerah bawahan Majapahit. Contoh misalnya : Kerajaan Pu-Ni yang dipimpin oleh Hiawang hanya memberikan upeti sebesar 40 kati kapur barus. Hal ini sangat tidak bernilai secara ekonomis.

Kiranya tidak dapat dipungkiri bahwa pada abad empatbelas, Majapahit merupakan kekuasaan besar di Asia Tenggara dan menggantikan kedudukan Mataram serta Sriwijaya, dua buah negara yang berbeda dasarnya. Mataram adalah negara pertanian (agraris) dan Sriwijaya adalah negara maritim (kelautan). Kedua ciri tersebut dimiliki oleh kerajaan Majapahit sebagai kekuatan besar di Asia Tenggara, yang sanggup menghimpun daerah dan kepulauan di bawah lindungan satu negara (Majapahit). Hal ini merupakan peristiwa sejarah yang belum pernah terjadi sebelumnya. Penyatuan Jawa dan Nusantara di bawah kekuasaan Majapahit menyebabkan timbulnya kuasa yang luar biasa besar, yang ditakuti oleh negara-negara tetangga di daratan Asia. Pertumbuhan tersebut membawa pelbagai akibat, diantaranya masalah hubungan antara pemerintah pusat dan daerah. Bertambah luas wilayahnya, bertambah sulit untuk menjalankan roda pemerintahan, serta bertambah besar pula alat-alat pemerintahan yang diperlukan.

Di tanah Jawa ada sebelas negara bawahan, masing-masing diperintah oleh raja-raja bawahan, serta terdapat lima propinsi atau daerah yang disebut dengan mancanegara, dan masing-masing diperintah oleh seorang Juru Pengalasan atau Adipati, yaitu : Daha diperintah oleh Bhre Daha alias Dyah Wiyat Sri Rajadewi, Wengker diperintah oleh raja Wijayarajasa, Matahun diperintah oleh oleh raja Rajasawardhana, Lasem diperintah oleh Bhre Lasem, Pajang diperintah oleh Bhre Pajang, Paguhan diperintah oleh Singhawardhana, Kahuripan diperintah oleh Tribhuwana Tunggadewi, Singasari diperintah oleh raja Kertawardhana, Mataram diperintah oleh Bhre Mataram alias Wikramawardhana, Wirabhumi diperintah oleh Bhre Wirabhumi dan Pawanuhan diperintah oleh puteri Surawardhani. Semua pemegang kuasa di negara bawahan adalah merupakan keluarga raja yang berkuasa (Majapahit). 

Lima propinsi yang disebut Mancanegara disebutkan menurut kiblat, yakni di Utara, Timur, Selatan, Barat dan di Pusat, masing-masing diperintah oleh seorang Juru Pengalasan yang bergelar Rakrian. Baik negara bawahan maupun daerah propinsi mengambil pola pemerintahan pusat. Raja dan Juru Pengalasan adalah pembesar yang bertanggung-jawab, namun pemerintahannya dikuasakan kepada patih, sama dengan pemerintahan pusat, dimana raja Majapahit adalah orang yang paling bertanggung-jawab, tetapi pemerintahannya ada di tangan Patih Amangkubumi atau patih seluruh negara. Itulah sebabnya maka menurut Negarakertagama pupuh X, para patih, jika datang ke Majapahit, mengunjungi gedung kepatihan amangkubumi yang dipimpin oleh Gajah Mada. Administrasi pemerintahan Majapahit dikuasakan kepada lima pembesar yang disebut Sang Panca ri Wilwatikta yakni :  Patih seluruh negara, Demung, Kanuruhan, Rangga dan Tumenggung. Mereka itulah yang banyak dikunjungi oleh para pembesar negara bawahan dan daerah (propinsi) untuk urusan pemerintahan. Apa yang direncanakan di pusat, akan dilaksanakan di daerah oleh para pembesar tersebut.

Selanjutnya dipersilahkan untuk membaca bagian yang kedua.

No comments: