Tuesday, May 31, 2011

PENDIRIAN KERAJAAN MAJAPAHIT (4)

Pada tanggal 7 bulan ketiga, pasukan Daha menyerbu Majapahit dari tiga jurusan, tetapi dapat dihalaukan oleh pasukan Cina. Pada tanggal 15 bulan ketiga, barulah pasukan Cina itu menyerbu Daha. Sebagian pasukan naik perahu menghulu sungai Brantas. Iheh-mi-shih dengan sebagian pasukan lagi menyerbu dari arah Timur, sedang Kau Hsing menyerbu dari arah Barat. Wijaya dengan pasukannya mengikuti dari belakang pasukan Cina. 

Pada tanggal 19 mereka sampai di depan pintu gerbang kota Daha, Jayakatwang telah siap menghadapi musuh dengan pasukan yang terdiri dari 100.000 orang (jumlah ini tidak dapat dipastikan, sejarah Dinasti Sung 960-1279 S menyebutkan bahwa raja She-p'o mempunyai tentara sebanyak 30.000 orang). Tentara Cina menyerbu dalam tiga gelombang, maka pertempuranpun berkobar dengan dahsyat dari jam enam pagi hingga jam dua siang. Akhirnya pasukan Jayakatwang mundur masuk ke dalam kota dengan meninggalkan 5.000 orang yang gugur. Segera kota dikepung oleh pasukan Cina, dan pada sore harinya Jayakatwang keluar menyerahkan diri. Ia ditawan bersama dengan seratus orang anggota keluarga dan pejabat-pejabat tinggi kerajaan (menurut Kitab Pararaton dan Kidung Panji Wijayakrama -pupuh VII-, raja Jayakatwang kemudian dibawa oleh panglima tentara Cina ke benteng pertahanan mereka di Hujung Galuh dan ditawan di sana. Di dalam penjara raja Jayakatwang sempat menggubah sebuah kakawin yang diberi nama Wukir Polaman, dan sesudahnya ia meninggal). Anak Jayakatwang, yang dalam berita Cina disebut Hsi-la-pati Hsi-la-tan-pu-ho melarikan diri ke pegunungan, tetapi ia dapat dikejar dan ditangkap oleh Kau Hsing, dan dibawa ke Daha sebagai tawanan.

Setibanya Kau Hsing kembali di daha, ia tidak mendapatkan Wijaya di sana, karena oleh Shih-pi dan Iheh-mi-shih Wijaya diperkenankan kembali ke Majapahit untuk mempersiapkan upeti yang akan dipersembahkan kepada kaisar Cina. Ia dikawal oleh dua orang opsir dan 200 tentara Cina. Akan tetapi dengan tipu muslihat, Wijaya dapat membunuh kedua orang opsir Cina tersebut serta menyerang pengawal-pengawalnya itu di tengah jalan. Kemudian Wijaya dan pasukannya menyerang pasukan Cina yang ada di Daha dan Canggu. Meskipun pasukan Cina itu memberikan perlawanan yang kuat, namun lebih dari 3.000 orang dapat dibinasakan oleh pasukan Wijaya. Sisa pasukan Cina kemudian terpaksa lari meninggalkan pulau Jawa dengan banyak kehilangan anggota pasukannya (tentara Cina itu meninggalkan pulau Jawa pada tanggal 31 Mei 1293 M  -sumber G.Coedes, The Indianized States of Shouteast Asia, Oxford, 1968, hal. 200-).

Demikianlah, maka dengan kedatangan tentara Khubilai Khan, tercapailah apa yang dicita-citakan oleh Wijaya, yaitu runtuhnya Daha. Setelah Wijaya berhasil mengusir tentara Mongol itu, maka ia menobatkan dirinya menjadi raja Majapahit. Menurut kidung Harsa Wijaya penobatannya itu terjadi pada tanggal 15 bulan Karttika (ri purneng karttikamasa pancadasi) tahun 1215 saka (12 Nopember 1293 M). Nama gelar penobatannya adalah Sri Kertarajasa Jayawarddhana.
Arti dari pada nama gelar tersebut (disebutkan dalam prasasti tahun 1305, bagian kedua) adalah kerta berarti beliau memperbaiki pulau Jawa dari kekacauan yang ditimbulkan oleh penjahat-penjahat dan menciptakan kesejahteraan bagi rakyat, rajasa berarti beliau berjaya mengubah suasana gelap menjadi suasana terang-benderang karena kemenangan atas musuh-musuhnya, jaya  mengandung arti beliau mempunyai lambang kemenangan berupa senjata tombak berujung mata-tiga (trisula-muka), dan warddhana mengandung arti beliau menghidupkan segala agama, melipat-gandakan hasil bumi terutama padi demi kesejahteraan rakyat.

PENDIRIAN KERAJAAN MAJAPAHIT (3)

Diam-diam Wijaya memperkuat diri sambil menunggu saat yang tepat untuk menyerang Kadiri. Di Madura adipati Wiraraja sudah bersiap-siap pula dengan orang-orangnya untuk datang membantu ke Majapahit. Bertepatan dengan selesainya persiapan-persiapan untuk mengadakan perlawanan terhadap Jayakatwang, pada awal tahun 1293 datanglah bala tentara Khubilai Khan (Tartar) yang sebenarnya dikirim untuk menyerang Singhasari, menyambut tantangan Kertanegara yang telah menganiaya utusannya (Meng-Ch'i). Tentang peristiwa ini sumbernya berasal dari catatan pemimpin armada tentara Mongol tersebut. Catatan itu menyebutkan bahwa pada akhir tahun 1292 Kaisar Shih-Tsu (Khubilai Khan) memerintahkan tiga orang panglima perang yaitu Shihpi, Iheh-mi-shih dan Kau Hsing untuk menghukum Jawa. Dengan armada angkatan laut yang besar mereka bertolak dari Ch'uan-chou. Dalam bulan pertama tahun 1293 mereka telah sampai di Pulau Belitung, di sana mereka itu merundingkan siasat yang akan dijalankan. Iheh-mi-shih berangkat terlebih dahulu untuk menundukkan raja-raja kecil di Jawa dengan jalan damai. Kedua orang panglima yang lain bertolak dengan induk pasukan ke pulau Karimunjawa, dan dari sana ke Tuban (Tu-ping-tsu). Di Tuban semua pasukan bertemu lagi lalu diaturlah siasat penyerbuah ke Daha. Shih-pi dengan seperdua pasukan pergi dengan kapal ke Sedayu (sugalu), dari sana ke muara kali Mas (pa-tsieh). Iheh-mi-shih dan Kau Hsing memimpin pasukan darat berkuda menyerbu ke pedalaman.



Kedatangan pasukan Cina itu terdengar oleh Wijaya, karena peristiwa ini merupakan kesempatan yang baik sekali bagi Wijaya. Maka ia mengirimkan utusan kepada panglima pasukan Cina, membawa pesan bahwa ia bersedia tunduk di bawah kekuasaan kaisar, dan mau menggabungkan diri dengan pasukan Cina untuk menggempur Daha. Penyerahan Wijaya ini diterima dengan senang hati oleh panglima pasukan Cina.

Pada permulaan bulan yang ketiga semua pasukan Cina telah berkumpul di muara kali Mas, di situ ada angkatan laut Daha yang selalu siap menghadapi musuh dari luar. Maka pertempuranpun berkobarlah. Tentara Daha dapat dikalahkan dan lari meninggalkan kapal-kapalnya. Lebih dari 100 buah kapal yang besar telah jatuh ke tangan pasukan Cina. Sebagian pasukan Cina diperintahkan untuk berjaga-jaga di muara kali Mas, sedang sebagian yang lain menyerbu ke Daha. Tetapi sebelum mereka dapat bertolak ke pedalaman, datanglah utusan dari Wijaya memberitahukan bahwa ia akan diserang oleh pasukan Daha, dan minta bantuan pasukan. Iheh-mi-shih diperintahkan untuk membantunya. Dengan pasukannya ia menuju Canggu, sedang Kau Hsing langsung pergi ke Majapahit.

Selanjutnya silahkan baca di pendirian Majapahit bagian ke-empat

PENDIRIAN KERAJAAN MAJAPAHIT (2)

Bhre Wijaya sangat taat kepada Sri Kertanegara, itulah sebabnya beliau tetap bertahan di Rabut Carat. Tetapi akhirnya beliau harus mundur ke Utara desa Pamwatan Apajeg, di seberang Utara sungai. Pasukan beliau pada waktu itu berkekuatan kira-kira enam ratus orang banyaknya. Keesokan harinya datanglah musung mengejar Wijaya, beliau berbalik menghadapi musuh yang datang. Tetapi jumlah pasukan Wijaya makin sedikit, banyak yang lari menyelamatkan diri dan meninggalkan beliau. Takutlah Wijaya kalau-kalau sampai kehabisan anak buah, lalu berunding dengan para pengikutnya. Wijaya bermaksud hendak pergi ke Terung, berbicara dengan akuwu di Terung yang bernama Rakryan Wuru Agraja (yang diangkat sebagai akuwu oleh Raja Kertanegara) sekaligus meminta bala bantuan dengan mengerahkan rakyat sebelah Timur dan Timur Laut Terung. Bersuka citalah pengikut-pengikut Wijaya mendengar keputusan tersebut.



Pada malam hari bergeraklah Wijaya hendak melalui Kulawan karena takut dikejar musuh yang amat banyak jumlahnya itu. Setibanya di Kulawan bertemu dengan musuh, sehingga harus mengungsi ke daerah Kembang Sri. Tetapi begitu sampai di Kembang Sri, Wijaya bertemu musuh kembali dan harus lari ke Utara menyeberangi sungai dengan segenap pasukannya yang masih tertinggal. Banyak anggota pasukan Wijaya yang gugur, yang masih hidup lari tercerai berai tidak diketahui kemana tujuannya, akhirnya tinggal dua belas orang saja yang melindungi Wijaya.

Waktu fajar menyingsing, Wijaya sampailah di desa Kudadu dalam keadaan lapar, lelah dan letih, sedih dan beriba hati, tiada harapan untuk hidup. Amat besarlah malapetaka dan kesedihan yang menimpa Wijaya. Tetapi begitu sampai di depan pejabat desa Kudadu, Wijaya diterima dengan sungguh-sungguh dan penuh hormat, terbukti dengan dikeluarkannya persembahan berupa makanan, minuman dan nasi. Lalu pejabat desa Kudadu itu menyembunyikan Wijaya sehingga tidak sampai dapat ditemukan oleh musuhnya. Akhirnya ditunjukkanlah jalan sampai batas daerah perdikan Rembang, Wijaya bermaksud hendak mengungsi ke Madura.

Prasasti lain yang juga menyinggung kisah pelarian Wijaya tetapi amat singkat adalah prasasti Sukamrta yang berangka tahun 1218 Saka (29 Oktober 1296). Prasasti ini memperingati penetapan daerah Sukamrta kembali menjadi daerah swatantra atas permohonan Panji Patipati Pu Kapat, yang hendak menirukan perbuatan ayahnya Panji Patipati (sr.). Permohonan ini dikabulkan oleh raja Kertarajasa Jayawarddhana karena Panji Patipati Pu Kapat telah memperlihatkan kesetiaan dan kebaktiannya yang luar biasa kepada raja, dengan ikut mengalami duka nestapa. Pada waktu raja Kertanegara meninggal ia masih muda belia. Pada waktu itu ia harus mengungsi, melarikan diri dari kejaran musuh, masuk hutan, naik turun gunung, menyeberangi sungai dan laut. Panji Patipati tidak berpisah dari sisi Wijaya, menjalankan segala perintah, di kala hujan membawakan payung, di kala gelap membawakan obor. Dan pada waktu Wijaya menyerang negeri penjahat yang telah menghianati raja Kertanegara, Panji Patipati ikut pula di dalamnya.
Itulah sepenggal kisah tersesatnya Wijaya sampai ke desa Kudadu seperti yang terdapat pada bagian sambandha prasasti Kudadu.

Di dalam prasasti Sukamrta itu disebutkan juga bahwa Wijaya menyeberangi lautan, tentunya yang dimaksud di situ adalah kepergiannya ke Madura seperti disebutkan dalam piagam Kudadu. Di Madura, Wijaya diterima oleh Aryya Wiraraja, yang kemudian mengusahakan agar Wijata dapat diterima menyerahkan diri kepada Jayakatwang di Kadiri. Wijaya akhirnya mendapat kepercayaan penuh dari raja Jayakatwang, sehingga permintaan Wijaya untuk membuka daerah hutan Terik dengan alasan akan dijadikan pertahanan terdepan dalam menghadapi musuh yang menyerang melalui sungai Brantas inipun akhirnya dikabulkan oleh Jayakatwang. Daerah Terik dibuka oleh Wijaya dengan bantuan dari Wiraraja menjadi sebuah desa kecil dengan nama Majapahit. Di Majapahit yang baru dibuka ini Wijaya berusaha untuk mengambil hati para penduduknya, terutama orang-orang yang datang dari Tumapel dan Daha.

Kisah selanjutnya adalah pendirian bagian ketiga

PENDIRIAN KERAJAAN MAJAPAHIT (1)

Hong wilaheng sekaring bhawana langgeng .......................

Setelah raja Kertanegara gugur, Singhasari berada di bawah kekuasaan raja Kadiri Jayakatwang dan berakhirlah riwayat kerajaan Singhasari. Salah seorang keturunan penguasa/bangsawan Singhasari yaitu Wijaya, kemusian berusaha untuk dapat merebut kembali kekuasaan nenek moyangnya dari tangan raja Jayakatwang. Beliau (Wijaya) adalah putera Dyah Lembu Tal, cucu Mahisa Campaka atau Narasinghamurti. Jadi beliau masih keturunan Ken Angrok dan Ken Dedes secara langsung. Dari sisi geneologinya, Wijaya masih keponakan raja Kertanegara, bahkan beliau diambil sebagai menantu oleh raja Kertanegara serta dinikahkan dengan puterinya. Sumber kesusasteraan yaitu Kitab Pararaton dan beberapa Kidung lainnya menyebutkan bahwa beliau menikah dengan dua orang puteri raja, sedang sumber prasasti dan Kakawin (kitab) Negarakertagama menyebutkan beliau menikahi empat orang puteri raja Kertanegara (prasasti Sukamrta lempeng IIa dan IIb).



Pada saat pasukan Jayakatwang dari Kadiri menyerang Singhasari, Wijaya ditunjuk oleh raja Kertanegara untuk memimpin pasukan Singhasari melawan pasukan Kadiri yang datang dari sebelah Utara. Kisah pertempuran antara pasukan Wijaya melawan pasukan Kadiri dapat disarikan dari prasasti (piagam) Kudadu, satu di antara sejumlah kecil prasasti yang memberikan cerita sejarah secara panjang lebar dalam bagian samabandha-nya. Kisah pertempuran ini terdapat pula dalam Kitab Pararaton, Kidung Harsa-Wijaya dan Kidung Panji Wijayakrama dengan perbedaan dalam detil jika dibandingkan dengan keterangan dalam prasasti Kudadu.
Prasasti Kudadu ini berangka tahun 1216 Saka (11 September 1294), dikeluarkan oleh Kertarajasa Jayawarddhana (Wijaya) dalam rangka memperingati pemberian anugerah kepada pejabat desa (rama) di Kudadu, yang berupa penetapan desa Kudadu menjadi daerah swatantra. Dengan penetapan ini, maka desa Kudadu tidak lagi merupakan tanah ansa bagi Sang Hyang Dharmma di Kleme. Sebab muasal desa Kudadu memperoleh penghargaan/anugerah raja ialah karena desa ini (Kudadu) telah berjasa memberikan perlindungan dan bantuan bagi raja (Wijaya) pada saat beliau masih belum menjadi raja, dan bernama kecil Nararyya Sanggramawijaya, pada waktu beliau sampai di desa Kudadu karena dikejar musuh (Jayakatwang).

Baginda sampai mengalami kejadian demikian itu karena dahulu raja Kertanegara yang telah wafat di alam Siwa-Buda (dicandikan di Singosari) gugur karena serangan raja Jayakatwang (Jayakatyeng, Kitab Pararaton menyebutnya dengan nama Aji Katong) dari Gelang-Gelang (Kadiri), yang berlaku sebagai musuh, menjalankan hal yang amat tercela, menghianati sahabat dan mengingkari janji, hendak membinasakan raja Kertanegara di Tumapel (Singhasari).

Pada waktu pasukan Jayakatwang terdeteksi telah sampai di desa Jasun Wungkal, Wijaya dan Sang Arddharaja (anak Jayakatwang yang telah dipercaya oleh Kertanegara) diperintahkan oleh raja Kertanegara untuk menghadapinya. Setelah Wijaya dan Arddharaja berangkat dari Tumapel (Singhasari) dan telah sampai di desa Kedung Peluk, di situlah pertama kali pasukan Wijaya bertemu dengan musuh, bertempurlah pasukan Wijaya dan musuh dapat dikalahkan, serta melarikan diri dengan tidak terhitung jumlah pasukannya yang gugur. Majulah pasukan Wijaya ke desa Lembah, tidak ada musuh yang dijumpai karena semuanya telah mundur tanpa memberikan perlawanan. Pasukan Wijayapun maju terus, melewati Batang, dan sampai di desa Kapulungan. Di sebelah Barat desa Kapulungan itulah pasukan Wijaya bertemu dan bertempur kembali dengan musuh, musuh dapat dikalahkan, melarikan diri dengan menderita banyak kerusakan. Pasukan Wijaya bergerak maju terus dan sampai di desa Rabut Carat. Dan ketika sedang beristirahat datanglah musuh dari sebelah Barat, maka berperanglah pasukan Wijaya dengan mengerahkan kekuatan penuh, musuh dapat dikalahkan serta melarikan diri dengan  kehilangan banyak anggota pasukan. Sepertinya musuh telah habis dan mengundurkan diri. Tetapi pada saat yang bersamaan terlihatlah panji-panji musuh berkibaran di sebelah Timur desa Haniru, merah dan putih warnanya (' .... ring samangkana, hana ta tunggulning satru layu-layu katon wetaning Haniru, bang lawan putih warnnanya ...,' Prof. M. Yamin menafsirkan panji-panji pasukan Kadiri itu berwarna merah-putih). Melihat panji-panji itu bubarlah pasukan Sang Arddharaja, melakukan penghianatan, lari tanpa sebab menuju ke Kapulungan, itulah permulaan rusaknya pasukan Wijaya.

Kesimpulan  : rusaknya pasukan Wijaya adalah karena sebab penghianatan yang dilakukan oleh Sang Arddharaja yang sebenarnya adalah anak dari Jayakatwang (musuh Singhasari/Wijaya).

Bagaimana kisah selanjutnya .... ? Silahkan anda baca pada Pendirian Majapahit (2)
Salam.

Monday, May 30, 2011

BRAHMARAJA XI, BUKAN RAJA MAJAPAHIT


Berita dari artikel tersebut di atas, silahkan baca di sini

Adalah seorang Trowulan yang saat ini bermukim di Bali dan mengaku diri sebagai Raja Majapahit-Bali dengan mengambil gelar abhiseka HYANG BATHARA AGUNG SRI WILATIKTA BRAHMARAJA XI. Hal ini cukup menggelikan dan hanyalah orang-orang yang tidak memiliki wawasan Majapahit yang percaya akan hal ini.


Baiklah kita tinjau letak kejanggalan-kejanggalan yang sengaja dimunculkan

Pada sumber-sumber sejarah Majapahit tidak pernah dikenal istilah WILATIKTA, baik prasasti-prasasti yang ada maupun kakawin Negarakertagama hanya mengenal istilah WILWATIKTA atau TIKTAWILWA, wilwa berarti buah maja dan tikta berarti pahit, jadi WILWATIKTA berarti Majapahit. Sekali lagi yang ada adalah Wilwatikta dan bukan Wilatikta.

Kakawin Negarakertagama yang berjudul asli Desawarnana di dalam pupuh LXXXIII bait yang ke 3, menyebutkan hal yang demikian :

"Mashurlah nama pendeta Brahmaraja bagai pujangga, ahli tutur putus dalam tarka, sempurna dalam seni kata serta ilmu naya, Hyang Brahmana, sopan, suci, ahli weda, menjalankan nam laku utama ...."

Dari uraian pupuh ini jelaslah bahwa Brahmaraja adalah seorang pendeta, brahmana yang menguasai kitab Weda, jadi bukan raja.

Selanjutnya dikatakan sebagai berikut, Brahmaraja XI, adalah raja Majapahit-Bali, hal ini lucu sekali dan sangat menggelikan. Sepanjang sejarah kerajaan Majapahit, kerajaan ini (Majapahit) tidak pernah berdiri di Pulau Bali, bahkan Bali adalah wilayah tundukkan Majapahit, jadi Bali berstatus sebagai kerajaan bawahan Majapahit.

TIGA PILAR UTAMA

" Majapahit banyak diragukan, Majapahit menyimpan berjuta misteri, Majapahit masih menyimpan kekuatan besar ".

Tersebutlah Sri Kertarajasa Jayawardhana yang memiliki senjata utama yang berupa tombak berujung mata tiga (trisula) sebagaimana yang disebutkan di dalam prasasti Sukam'reta berangka tahun 1305. Dengan mempergunakan senjata tersebut beliau dapat menghancurkan musuh-musuh utama Singasari serta mampu mengusir tentara Tartar dari tanah Jawa. Sebenarnya disamping perwujudan senjata trisula itu sendiri, maka trisula dapatlah diartikan sebagai suatu "penggabungan tiga pilar utama" menjadi satu kekuatan utuh, yang bilamana ketiganya bergabung akan menghasilkan suatu kekuatan yang luar biasa. Adapun "tiga pilar" tersebut dapat diidentifikasikan sebagai "kemampuan supranatural" yang dimiliki oleh masing-masing orang atau pribadi.

Alkisah pada hari Jum'at malam sekira pukul 24.00 WIB, kami berempat melakukan ritual khusus dengan mengambil lokasi di Candi Kedaton dan Candi Sumur Upas, Sentonorejo, Trowulan, Mojokerto. Kami mencoba untuk mempraktekkan "kemampuan supranatural" masing-masing pribadi. Alhasil, apa yang kami lakukan-pun tertangkap kamera digital CANON Ixus 130 yang memiliki kekuatan 14 mega pixel. Hasil dari dokumentasi tersebut adalah seperti di bawah ini  :

Munculnya tiga aura ghaib di sekitar Candi Sumur Upas

 Pendeteksian tiga aura utama

Pembesaran masing-masing aura-ghaib tersebut

Aura pertama

Aura kedua

Aura ketiga

 Pewaris ke-tiga aura ghaib di atas dalam lindungan "leluhur Majapahit"

Berikut ini akan ditampilkan kemampuan masing-masing pewaris "tiga aura-ghaib" tersebut di atas 

Mengusir roh-roh jahat dengan kekuatan Ilahi

 Menyeberangkan roh-roh menuju tempat yang semestinya

 Mengangkat dan memberangkatkan "pusaka-pusaka" menuju tempat yang aman

Pusaka-pusaka yang berhasil di berangkatkan

Harapan penulis adalah : semua yang terpampang dalam artikel atau tulisan ini janganlah dipandang sebagai suatu kesombongan pribadi atau kelompok, tulisan ini hanyalah ingin menyampaikan fakta-fakta dan kebenaran perjalanan ritual kami serta keinginan kami untuk berbagi pengalaman ghaib di situs-situs peninggalan kerajaan Majapahit yang memang masih menyimpan berjuta-juta rahasia ghaib.
 
Sekian perjalanan ritual khusus kami, rahayu, rahayu, rahayu ..., sagung dumadi.

 

EKSPEDISI MAJAPAHIT KE BALI (1)

Dikisahkan di Bali adalah raja bernama Sri Gajah Waktera (Dalem Bedaulu), bergelar Sri Astasura Ratna Bumi Banten yang dikatakan sebagai seorang pemberani serta sangat sakti. Disebabkan karena merasa diri sakti, maka keluarlah sifat angkara murkanya, tidak sekali-kali merasa takut kepada siapapun, walau kepada para dewa sekalipun. Sri Gajah Waktera mempunyai sejumlah pendamping yang semuanya memiliki kesaktian, kebal serta juga bijaksana yakni : Mahapatih Ki Pasung Gerigis, bertempat tinggal di Tengkulak, Patih Kebo Iwa bertempat di Blahbatuh, keturunan Kyai Karang Buncing, Demung I Udug Basur, Tumenggung Ki Kala Gemet, Menteri Girikmana – Ularan berdiam di Denbukit, Ki Tunjung Tutur di Tianyar, Ki Tunjung Biru berdiam di Tenganan, Ki Buan di Batur, Ki Tambiak berdiam di Jimbaran, Ki Kopang di Seraya, Ki Kalung Singkal bertempat tinggal di Taro. Sri Gajah Waktera menentang dan tidak bersedia tunduk dibawah kekuasaan Majapahit, sehingga menimbulkan ketegangan antara Kerajaan Bali dan Kerajaan Majapahit. Dalam rapat yang diadakan oleh Ratu TribhuwanaWijayatunggadewi dengan para Mentri Kerajaan, Patih Gajah Mada menyampaikan sindiran secara halus melalui seorang pendeta istana (Pendeta Purohita) yang bernama Danghyang Asmaranata.

“ Ada suatu cerita yang menceritakan sorga yang rusak akibat ulah dari seorang manusia. Semua Gandarawa takut karena diserang oleh manusia yang bernama Werkodara “

Ratu Tribhuwana Tunggadewi yang telah maklum akan maksud sindiran tersebut kemudian menjawab

“ Sungguh benar katamu itu Mada kalau tidak Bhatara Bayu lekas datang menasehati sang Werkodara, pastilah sorga itu hancur lebur keadaannya.

Pendeta Purohita Danghyang Asmaranata kemudian meyampaikan pendapatnya

“Memang benar sabda paduka, perihal yang tadi disebut Bhimaswarga karena sang Werkodara itu sungguh sungguh teguh dan perwira “

Atas saran kedua orang kepercayaannya tersebut Ratu Tribhuwana Wijayatunggadewi kemudian memerintahkan kepada para Menterinya

“ Wahai paman paman sekalian, kini ada yang kami anggap manusia yang bernama Werkodara mengacau sorga yakni Raja Bali. Beliau sekarang tidak mau menghiraukan perintah kita disini. Oleh Karena itu marilah kita mencari Bhatara Bayu untuk menasehati atau menghukum Raja Bali itu “

Demikianlah hasil rapat tersebut yang memutuskan melaksanakan ekspedisi ke Pulau Bali untuk menangkap Raja Sri Gajah Waktera. Namun demikian usaha untuk menundukkan Bali tidaklah mudah karena Kerajaan bali dikawal oleh patih dan menteri yang memiliki kesaktian yang sangat tinggi sehingga sulit untuk ditaklukkan.

Rapat akhirnya memutuskan bahwa sebelum Gajah Mada melakukan penyerangan ke Bali maka Kebo Iwa sebagai orang yang kuat dan sakti di Bali harus disingkirkan terlebih dahulu. Jalan yang ditempuh dengan tipu muslihat yaitu raja putri Tribhuwana Tunggadewi mengutus Gajah Mada ke Bali dengan membawa surat yang isinya seakan-akan raja putri menginginkan persahabatan dengan raja Bedahulu.
Keesokan harinya berangkatlah patih Gajah Mada ke Bali melalui lapangan Bubat kemudian meyusuri pantai dipesisir desa Pejarakan, Telagorung, Palu Ayam, Kapurancak dan mendarat di pantai Jembrana. Dari sana patih Gajah Mada melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki melalui pesisir Umabangkah, Seseh, Kadungayan, Kalahan , Tuban dan terus ke Gumicik. Dari Gumicik Patih Gajah Mada mengarah ke utara menuju Sukawati. Di Sukawati Patih Gajah Mada dijemput oleh Kipasung Grigis yang sudah mengetahui perihal kedatangan patih Gajah Mada tersebut ke Bali.

Bersambung ke ..................... bagian kedua


Sunday, May 29, 2011

Homemade chocolate

sayang nak makan... :)
Tercapai gak hasrat deena buat coklat buatan tangan di rumah haa.. xder la susah mana pun cuma perlu kesabaran dan teliti. bila dah mula melayan buat coklat ni ralit dibuatnya sampai tak sedar tau-tau dah petang.. ;-) banyak info dan tips yang deena dapat selepas hadiri kelas coklat buatan tangan dirumah ni. Antara jenis coklat yg deena belajar seperti coklat pralin, oreo berwarna, oreo edible, lolichoc, dan love box.
 


Buat coklat yang remeh skit tang warna yang nak di letak dalam setiap acuan, nak plak yang lebih dari satu warna dan bentuk acuan yang rumit, ibarat melukis lukisan kaedahnya haa.... :-) tapi enjoy la lebih-lebih lagi bila tengok hasil kerja tangan kita wlau tak secantik dan kemas mcm kak arah buat, hehe.. (cikgu yang ngajar dan pemilik Arahchocolate & Bakery)




Terima kasih yang tak terhingga pada kak arah dari Arahchocolate & Bakery yg sudi kongsi pengalaman beliau dan jugak tips-tips yang amat berguna dalam pembuatan coklat buatan tangan.


p/s: paling suka  makan coklat oreo dan pralin ... sedappp... !

AWARD MAJAPAHIT BAHANA NUSANTARA

Majapahit kadang disanjung, Majapahit kadang dihujat, Majapahit bahan perdebatan, Majapahit dicaci-maki dan Majapahit dirindukan kemunculannya.

Yah ...., inilah kondisi masyarakat kita sekarang ini, mengagungkan pola pikir pragmatis tanpa pernah berpikir siapa yang pertama-tama memunculkan konsep persatuan Nusantara yang pada akhirnya dapat mempersatukan seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ini (yang notabene terpisahkan oleh banyak lautan, berbagai budaya dan bahasa daerah). Pola pikir mengagung-agungkan budaya import telah mulai merambah setiap segi kehidupan bangsa ini, generasi muda lebih banyak disuguhi budaya-budaya manca-negara sehingga lambat laun akan melupakan budaya asli bangsa ini. Dan inilah bibit-bibit kehancuran bangsa Indonesia. Pancasila sebagai dasar negara dan dasar persatuan bangsa sepertinya hanya tinggal hiasan buah perjuangan pendahulu-pendahulu bangsa ini. Ironinya, banyak diantara anak negeri ini yang sama sekali telah melupakan Pancasila sebagai dasar bernegara dan bermasyarakat. Kepentingan-kepentingan kelompok dan golongan menjadi hal yang utama.
 
Demikianlah sekelumit prakata yang diulas dalam Blog Majapahit 1478 sebagai penghantar penganugerahan award Majapahit Bahana Nusantara ini. Selanjutnya blog Majapahit Info ini mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya atas anugerah award yang pertama ini. Semoga award ini dapat memacu segenap crew blog Majapahit Info ini untuk mencari hal-hal baru yang berkaitan dengan Kerajaan Majapahit, baik yang berupa peninggalan-peninggalan, pengalaman-pengalaman spiritual atau hal-hal lain yang terkait.
 
Crew Majapahit Info
 
 

Frust.. !


Alhamdulillah, deena dan anak-anak selamat sampai di langkawi pagi tadi. tak larat tul kali ni sebab dari semalam memang tak dapat nak rehat lelama . dari awal sampai hingga petang semalam  tak duk diam ke sana sini, malam nya plak dah bergegas balik. Berat  rasa hati nak tinggalkan abah yang tak sihat dan mak kat kampung, bukan bleh datang selalu faham-faham jer la dah duk jauh ni kan..
 
Ingatkan dapat kejar feri kul 7, tak sempat la pulak.. kebetulan sama-sama sampai dgn guest abang dari puchong, ( Ajjieq dan famili ) kelam kabut la skit... ;-) orang pun bleh tahan ramai kt kuala perlis tadi memang terkial-kial nunggu masuk dalam feri.. naik dari kuala perlis deena tak kisah coz amik masa 40 minit sampai ke kuah, ombak pun tak seganas naik dari kuala kedah yg makan masa dekat 2 jam... mau terjelir lidah sampai ke perut muntah klu tak tahan.. hehe..



Sampai jer di jeti kuah, pas abang urus transport yang dari awal dah tunggu Ajjieq dan keluarga dia, terus balik umah dalam hati nak sambung tido sampai lebam konon, kemas punya kemas baru teringat notebook deena tertinggal dalam keta yg disewa.. bgtau abang suh tanya kat tuan keta kedaung tu, takde kata dia ..! ampeh punya olang... ! nak buat camner nak ilang, cuma yg risau banyak file dalam tuh... cepat-cepat deena tukar password fb takut kalau deena terlupa log out. padan muka den ! lalai sangat kan... ;)


p/s: baru berangan nak beli dslr nikon d3100....

Saturday, May 28, 2011

RAJA-RAJA MAJAPAHIT AKHIR (2)

Sepeninggal Dyah Suraprabhawa, kedudukannya sebagai raja Majapahit digantikan oleh anaknya Girindrawarddhana Dyah Ranawijaya, yang sebelum menduduki tahta Majapahit beliau berkedudukan sebagai Bhattara i Kling (Raja bawahan di Keling). Pada masa pemerintahannya beliau tidak berkedudukan di Majapahit, melainkan tetap di Keling, oleh karenanya dalam prasasti-prasasti yang dikeluarkannya beliau disebutkan sebagai Paduka Sri Maharaja Bhattara i Kling disamping sebagai Paduka Sri Maharaja Sri Wilwatiktapura Janggala Kadiri Prabhunata.

Pada awal pemerintahannya, Ranawijaya didampingi oleh seorang rakryan apatih yang bernama Pu Wahan (lihat : OJO XCI, baris kedua), sedang pada akhir masa pemerintahannya ia didampingi oleh seorang rakryan apatih yang bernama Udara. Dari Babad Tanah Jawi diperoleh keterangan bahwa patih Udara ini adalah anak dari patih Pu Wahan, yang semula ia berkedudukan sebagai adipati di Kadiri (lihat : W.L. Olthof, Babad Tanah Jawi, 1941, teks bahasa Jawa, hal. 17-18). Suma Oriental, Tome Pires (Armando Cortesao, The Suma Oriental of Tome Pires I, 1944, hal. 175 -176) menyebutkan patih Udara ini dengan nama Pate Udra atau Pate Andura (Pate Amdura). M.C. Ricklefs, menghubungkan Pate Andura atau Pate Amdura ini dengan tokoh yang bernama Arta Dirya, yang disebutkan dalam Babad ing Sengkala sebagai raja yang pernah memerintah pada tahun Saka 1403-1407 / 1481 M - 1486 M (lihat : M.C. Ricklefs, Modern Javanese Historical Tradition : A Story of an Original Kartasura Chronicle and Related Materials, London, 1978, hal. 159).


Pada masa pemerintahannya, Ranawijaya berusaha pula untuk mempersatukan kembali wilayah kerajaan Majapahit yang telah terpecah-pecah akibat pertentangan keluarga memperebutkan kekuasaan di Majapahit. Untuk melaksanakan cita-citanya tersebut, maka pada tahun Saka 1400 (1478 M) ia melancarkan peperangan terhadap Bhre Kertabhumi yang pada waktu itu berkedudukan di Majapahit. Sebagaimana telah diketahui bahwa Bhre Kertabhumi ini telah merebut tahta kerajaan Majapahit dari tangan Bhre Pandan Salas (ayah Ranawijaya) pada tahun 1468 M. Oleh karenanya, tindakan Ranawijaya menyerang Bhre Kertabhumi ini pada dasarnya merupakan revanche (tindakan balasan) atas perbuatan Bhre Kertabhumi tersebut. Dalam peperangan tersebut Ranawijaya berhasil merebut kembali kekuasaan Majapahit dari tangan Bhre Kertabhumi, dan Bhre Kertabhumi gugur di kadaton. Peristiwa gugurnya Bhre Kertabhumi ini disebutkan pula di dalam Kitab Pararaton (" .... bhre Kertabhumi ..... bhre prabhu sang mokta ring kadaton i saka sunyanora-yuganing-wong, 1400", Pararaton, hal 40. Lihat pula : Hasan Djafar, Girindrawardhana, 1978, hal. 50). Dari uraian kitab Pararaton inilah kemudian muncul candrasengkala 'Sirna ilang kertining bhumi' , oleh karenanya candrasengkala tersebut pada dasarnya adalah merupakan peringatan tentang peristiwa gugurnya Bhre Kertabhumi di kadaton akibat serangan dari Dyah Ranawijaya dan bukan candrasengakala untuk memperingati keruntuhan Majapahit akibat serangan kerajaan Islam Demak.

Peristiwa serangan Ranawijaya terhadap Bhre Kertabhumi ini disebutkan di dalam prasasti Jiwu I yang dikeluarkan oleh Ranawijaya pada tahun 1486 M. Prasasti tersebut dikeluarkan sehubungan dengan pengukuhan anugerah tanah-tanah di Trailokyapuri kepada seorang brahmana terkemuka Sri Brahmaraja Ganggadhara yang telah berjasa kepada raja (Ranawijaya) sewaktu perang melawan Majapahit (Bhre Kertabhumi) sebagai ternyata dalam kalimat "duk ayunayunan yuddha lawaning Majapahit".

Dari prasasti-prasasti yang dikeluarkan oleh Girindrawarddhana Dyah Ranawijaya pada tahun 1486 M, diketahui adanya upacara sraddha untuk memperingati dua belas tahun meninggalnya Paduka Bhattara ring Dahanapura. Tokoh Bhattara ring Dahanapura ini dapat diidentifikasikan sebagai Bhre Pandan Salas Dyah Suraprabhawa Sri Singhawikramawarddhana (Lihat : Martha A Muuses "Singhawikramawarddhana", FBG, II, 1929, hal 207-214, lihat pula Zoetmulder ,P.J "Djaman Empu Tanakung", Laporan KIPN-II, VI, Seksi D, 1965, hal.207), yang telah meninggalkan istana Majapahit pada tahun 1468 M akibat serangan dari Bhre Kertabhumi.

TENTANG SAYA

YANG MAHA MENCIPTA, YANG MAHA MEMELIHARA, YANG MAHA MENGAKHIRI
Sujudku setunduk-tunduknya, semoga sirna segala rintangan 


Aku banyak diremehkan, aku banyak dikecilkan dan aku sering mengalami penghinaan maupun cacian, namun semuanya itu aku anggap sebagai suatu hal yang biasa, yang penting aku tidak kecil di mata Tuhan.

Perjalanan aku menapaki Bhumi Majapahit sebenarnya telah berlangsung sejak akhir tahun 1998 dan baru tekun aku jalani sejak tahun 2002. Entah mengapa aku begitu jatuh cinta terhadap Majapahit dengan segala kebesaran dan kekurangannya. Di mata ku, Majapahit adalah sebuah kerajaan besar yang mampu mempersatukan seluruh wilayah Nusantara ini dengan sekian banyak ke aneka-ragamannya dengan satu sasanti "Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa".

Pada awal perjalanan, aku banyak memperoleh informasi-informasi tentang Majapahit yang belakangan aku ketahui hal tersebut pada dasarnya lebih mengarah kepada cerita-cerita tradisi yang diturunkan secara turun-temurun, berdasarkan cerita dari mulut ke mulut (yang belum tentu benar keberadaannya). Pembuatan blog Majapahit_Info  ini pada dasarnya adalah merupakan ungkapan kerinduan aku untuk memperoleh informasi tentang Kerajaan Majapahit yang sebenar-benarnya. 

Adapun langkah-langkah yang telah aku lakukan adalah, pertama dan paling utama adalah memohon petunjuk ke Hadirat Tuhan YME, karena saya yakin se-yakin-yakinnya, hanya dengan tuntunanNya maka aku tidak akan pernah tersesat. Kedua, adalah dengan melakukan penelitian-penelitian sumber-sumber utama sejarah Majapahit baik yang berupa prasasti-prasasti (studi literatur), peninjauan lokasi langsung (ke situs peninggalan Majapahit) maupun studi kitab-kitab/buku-buku atau kakawin yang menceritakan tentang sejarah Majapahit. Di samping itu, informasi-informasi elektronik pun akan aku jadikan referensi, sepanjang hal tersebut dapat dipertanggung-jawabkan kebenarannya.


Pertanyaan yang mungkin timbul adalah : "Siapakah aku sebenarnya .... ?". Jika anda-anda semua memiliki "kemampuan" silahkan meneliti berdasarkan gambar-gambar/foto-foto di bawah ini.


 Sang Rama Guru Sejati-ku


Beberapa pusaka yang aku miliki

Silsilah atau kekerabatan aku adalah seperti di bawah ini :

 

Adapun "kemampuan" (anugerah Tuhan YME) yang aku miliki adalah seperti berikut  :





Memindahkan benda-benda ghaib



Salah satu Pusakaku dengan kemunculan auranya di langit


Demikianlah perkenalan selintas-pintas dariku.
Medio, Juni 2011

Wednesday, May 25, 2011

PENYESATAN MAJAPAHIT VERSI BRAHMARAJA XI (2)


Baiklah kita ulas penyesatan-penyesatan berikutnya   :

Petikan artikel Sejarah Ibu Majapahit Nusantara

Bagian lain artikel yang sama menyebutkan hal berikut  :

"Demikian juga Sri Kerta Wardana / Sri Cakradara yang anak Putri Yulan mengawini Tri Buana Tunggadewi, Ratu Majapahit ketiga menurunkan putra Hayam Wuruk yang menjadi Raja terbesar di Majapahit yang selanjutnya menurunkan Raja-Raja Majapahit dijawa hingga berakhir. Jadi sejak Raja Hayam Wuruk Raja-Raja Majapahit selanjutnya adalah keturunan Putri Yu Lan (Garis Pradana) terbukti pengganti Hayam Wuruk yaitu Wikrama Wardana memakai nama Hyang Wisesa juga suami Dewi Suhita memakai nama leluhurnya yang dipuja di Besakih-Bali Hyang Wisesa yang beristrikan Ratu Mas / Indreswari dan sejak itu para Raja di candikan di ”Parama Wisesa pura”/ Hyang Wisesa pura. "




Sekali lagi saya bingung dan merasa seperti orang bodoh ketika membaca petikan artikel tersebut di atas. Dari mana ceritanya Sri Kerta Wardana / Sri Cakradara adalah anak Putri Yulan ? Sumber apa yang dipakai untuk menuliskan hal ini ? Jawabannya adalah : Sumber orang ngawur yang mencoba menuliskan sesuatu tentang sejarah Majapahit !!!! Akibatnya akan timbul 'pengawuran' dalam menulis sejarah Majapahit.

Mari kita perhatikan Prasasti Trawulan I (Canggu) yang berangka tahun 1280 Saka (07 Juli 1358 M), yang menuliskan bahwa Kretawarddhana adalah keturunan raja Wisnuwarddhana (Rangga Wuni) dari Singasari (lihat prasasti Trawulan I lempeng I -verso, di dalam OV, 1918, hal. 108). Penjelasan ini didukung oleh Marwati Joened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, dalam "Sejarah Nasional Indonesia II", Balai Pustaka, Jakarta, 1993, hal. 433 (bagian bawah). 

Dengan demikian jelaslah kepada kita bahwa Kretawarddhana (Kertawardana) suami Tribhuwanottunggadewi adalah keturunan raja Wisnuwarddhana dari kerajaan Singosari dan bukan anak Putri Yulan. Selanjutnya dapat dikatakan bahwa secara geneologis Hayam Wuruk (Sri Rajasanagara) adalah merupakan trah Singosari karena ayahnya adalah keturunan raja Wisnuwarddhana (raja Singosari) yang saat pemerintahan Tribhuwanottunggadewi telah menjadi penguasa daerah (raja bawahan) di Singosari atau yang disebut dengan Bhre Singosari.

Baiklah kita ulas sedikit perihal siapakah Wisnuwarddhana tersebut .............. ?

Kitab Pararaton menjelaskan persekutuan antara Rangga Wuni (putera Anusapati, yang adalah putera sulung Ken Arok dari perkawinannya dengan Ken Umang, yang dibunuh oleh Panji Tohjaya dengan menggunakan keris Gandring) dan Mahisa Campaka (putera Mahisa Wong Ateleng) sebagai "dua ular dalam satu liang". Dalam persembunyian (akibat kejaran Panji Tohjaya) mereka tetap bersatu ;  dalam pemerintahan sepeninggal Panji Tohjaya mereka juga tetap seia sekata. Rangga Wuni dinobatkan sebagai raja dan mengambil nama abhiseka Wisnuwardhana sedangkan Mahisa Campaka  menjadi ratu angabhaya (pembantu utama sang prabhu) bergelar Bhatara Narasinghamurti. Narasinghamurti tercatat dalam prasasti Penampihan (1269) lempengan [1b] ; prasasti Kudadu (1294) lempengan [1]. Nama Wisnuwardhana tercatat untuk pertama kalinya dalam prasasti Wurare (1289), candi makamnya terletak di Tumpang dan akan dibahas dalam artikel tersendiri. Dalam prasasti Kudadu dinyatakan bahwa Sanggramawijaya (putera Dyah Lembu Tal) adalah keturunan Narasinghamurti (Mahisa Campaka anak Mahisa Wong Ateleng). Kakawin Negarakertagama dalam pupuh XLI/2 mengiaskan pemerintahan bersama antara Wisnuwarddhana dan Narasinghamurti sebagai kerjasama antara Madhawa (Wisnu) dan Indra.

Kesimpulan akhirnya adalah : Kretawaddhana (ayah Hayam Wuruk) adalah keturunan dari raja Wisnuwardhana (nama aslinya adalah Rangga Wuni) dari Singosari dan bukan anak putri Yulan. Dengan demikian Prabu Hayam Wuruk, secara geneologis, dapat juga dikatakan keturunan Singosari, karena baik ayah maupun ibunya sama-sama berasal dari Singosari, dan bukan keturunan Cina melainkan asli tanah Jawa.

Penulis : J.B. Tjondro Purnomo ,SH

Bersambung .............................

Blogger bakal berwajah baru



Tak lama lagi blog yang kita duk hadap hari-hari ni akan berubah wajah. alamat pening la pala jap..! mungkin ada yang tak tahu lebih 400 juta pembaca blog berlandaskan blogger. Pada tahun 2010 blogger di kenalkan dengan 50 bahasa, dan hampir 1 trilion yang jadi pembaca blog melalui platform blogger.


dashboard baru...

editor baru

Difahamkan tahun 2011 ni nanti ruangan dashboard, new post dan lain-lain bakal tampil dengan lebih eksklusif dan kemas. Jangan terkejut plak kalau tetiba muka blog berubah, bukan serangan virus yer.. ;-)


p/s: yang lama pun terkial-kial lagi... =)

AWARD PERSAHABATAN

THE REAL GOLDEN FRIENDSHIP AWARD
Award persahabatan untuk insan-insan Nusantara

"Bersatu kita teguh, berserai kita runtuh" itulah bunyi peribahasa yang sangat mendalam artinya bagi kita semua. Pengalaman membuktikan bahwa pada jaman awal-awal pendirian kerajaan Majapahit, semangat persatuan dan kesatuan merupakan unsur utama di dalam memulihkan keadaan pasca serangan Jayakatwang dari Gelang-Gelang. Demikian halnya terulang pada peristiwa Proklamasi Kemerdekaan negeri ini, dimana semua unsur rakyat Indonesia bersatu padu tanpa memandang unsur agama, golongan, ras atau warna kulit maupun strata ekonomi, kita semua bersatu menentang penjajahan di Bumi Pertiwi yang tercinta ini. Persatuan dan Kesatuan yang utuh dari seluruh lapisan dan golongan anak bangsa ini adalah merupakan harga mati demi tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tidak ada satupun yang dapat menghalangi tegaknya persatuan dan kesatuan seluruh anak bangsa, utamanya dalam situasi yang serba tidak menentu seperti sekarang ini.

Dengan rahmat dan anugerah Tuhan YME, dengan ini kami persembahkan sebuah Award persahabatan bagi seluruh insan-insan Nusantara yang mencintai semangat persatuan dan kesatuan bangsa. Dengan bangga kami persembahkan Award Persahabatan ini yang kami beri nama The Real Golden Friendship Award.
 
Wujud asli dari Award ini kami dapatkan dari reruntuhan sisa-sisa bangunan Candi peninggalan kerajaan Majapahit yang sangat fenomenal itu. Oleh karenanya, kami beranggapan bahwa Award ini bukanlah suatu award yang biasa, melainkan memiliki nilai historis yang panjang.

Kami berharap kepada rekan-rekan semua, yang berkenan untuk mengambil atau menerima Award persahabatan ini, diminta untuk tidak membagi-bagikan kepada rekan-rekan yang lain.
Dengan pengeluaran award ini, diharapkan rekan-rekan yang telah sudi untuk menerimanya selalu mengusahakan terciptanya persatuan dan kesatuan yang utuh di lingkungan anda masing-masing.

Teriring salam dan semangat persatuan-kesatuan, kami haturkan Award persahabatan ini demi tegaknya semangat persatuan dan kesatuan bangsa di seluruh Nusantara.


Medio, Juni 2011
Team Golden Friendship Award


Himbauan :
Sebelum menerima atau mengambil Award persahabatan ini, dengan segala kerendahan hati kami meminta kepada rekan-rekan sekalian untuk memberikan sekedar pesan dan kesan yang berkaitan dengan semangat persatuan dan kesatuan Nusantara, pada kolom komentar di bawah ini.
Terima kasih, dan salam hangat.


Untuk pertama kalinya The Real Golden Award ini diberikan kepada blog-blog di bawah ini :
  1. Majapahit 1478
  2. Bunga Majapahit
  3. Wilwatikta Madani
  4. Wongjawa670
Penganugerahan mana dilakukan atas kerja-samanya menguak sejarah kerajaan Majapahit demi persatuan dan kesatuan Nusantara.
Cara pasang award ini untuk ukuran banner adalah






Tuesday, May 24, 2011

M.Y. Sakinah Harbour Park, Langkawi...!

pewitttt....!

Walla..! tak terkata gumbiranya hati dapat naik kapal layar mewah M.Y. Sakinah . klu nak tau di harbour park ni la tempat kapal-kapal layar mewah berlabuh.  M.Y.Sakinah yang dimiliki oleh seorang ahli perniagaan, khabar nya Tun Mahathir yang juga kenalan beliau pernah berkunjung kesini.. Kagum dengan hiasan dalaman dan perabot dalam kapal layar ni, dari ruang tamu hingga  la ke dalam bilik enjin kitorang dibawa melawat oleh krew kapal.

kalau lah dpt duk sini.... ;)

Shah Rukh Khan penah menginap selama seminggu dalam kapal mewah ni sebab ada shooting kata nya.. nak tau bape dia bayar untuk sewa ? RM200 ribu jer hehe... duit pencen pun blom tentu lepas.. :-)  orang berduit kan, tak heran duit banyak tu. nak plak tuan punya kapal mewah ni, sewa parking kat situ jer sebulan Rm10 ribu... blom lagi maintenance kapal dan lain-lain. 

hiasan dalaman yg serba mewah...
Fuhhh...! dengar harga kapal mewah ni mau pengsan  hehe...bukan sejuta dua, tapi puluhan juta.!  kengkawan yang berhajat nak mai langkawi tu, kot la teringin nak merasa duk dalam kapal mewah.. bagitau deena awal-awal k... bleh kita gi sama-sama.. ;-)


p/s: rasa macam orang kayo jap... :-)

Sunday, May 22, 2011

Comel nyerr dia tido...

atas pc pun jadik....
slumber rock kucing tu tido..:)
Semua orang suka kucing kan ! bagi deena plak suka belek kucing  ni, cuma tak minat nak bela coz deena ni kan ada asma so layan mcm tu jer. kadang suka cakap ngan kucing macam faham jer apa kita cakap.. tapiiiiiii... bila dia membuang dalam rumah,  kena kejar ngan penyapu la jawap nyer... :) sebelum nak tido tu, jom ler kita layan tengok kucing-kucing ni sambil tiru memek muka dia yang tersangat la comey...
geram tgk meow ni telentang ...hehe

muka bonyok.. !


p/s: kucing klu di ajar faham ckp tuan dia... =)